Napak Tilas Maenpo Cianjur 2

oleh: Kiki Rizki Noviandi
MAKAM HJ IBRAHIM Rombongan tour pun naik bis lagi dan kali ini mendapat kawalan (dipimpin) oleh mobil LLAJR yang terus menemani selama sehari itu. Tidak hanya itu, seorang pemandu pun ditempatkan di bis peserta, yang dengan setia menjelaskan tentang Cianjur dan juga maen po-nya. Disebutkan bahwa wilayah pembangunan Kabupaten Cianjur secara geografis terbagi dalam 3 (tiga) Wilayah Pengembangan yaitu Wilayah Pengembangan Utara (WPU), Wilayah Pengembangan Tengah (WPT) dan Wilayah Pengembangan Selatan (WPS) dengan jumlah kecamatan sebanyak 24 kecamatan dan terdiri dari 341 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota Cianjur. Masing-masing wilayah mempunyai ciri-ciri khusus baik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya. Sumberdaya alam dapat dibedakan berdasarkan topografi, jenis tanah, iklim, jenis penggunaan tanah dan lain-lain. 1. Wilayah Pengembangan Utara, merupakan dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede yang sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan persawahan. Kecamatan yang termasuk wilayah ini adalah Kecamatan Cibeber, Bojongpicung, Ciranjang, Karangtengah, Cianjur, Warungkondang, Cugenang, Pacet, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, Cilaku dan Sukaresmi. 2. Wilayah Pengembangan Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor, dataran lainnya terdiri areal ini adalah Kecamatan Tanggeung, Pagelaran, Kadupandak, Takokak, Sukanegara, Campaka dan Campaka Mulya. 3. Wilayah Pengembangan Selatan, merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudra Indonesia. Seperti halnya daerah Cianjur bagian tengah, bagian selatanpun tanahnya labil dan sering terjadi longsor, disini terdapat pula areal perkebunan dan pesawahan tetapi tidak begitu luas. Kecamatan yang termasuk wilayah ini adalah Kecamatan Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cibinong dan Cikadu. Dan masih banyak informasi berharga lain yang diberikan. Iring-iringan 4 mobil (termasuk bis), berjajar menuju ke Makam Rd Ibrahim, pendiri aliran Cikalong. Setelah keluar dari jalan utama Cianjur, masuk ke jalan Jonggol, pemandangan sawah terhampr luas, menghijau menyegarkan mata demi mata yang kesehariannya dipenati oleh suasana ibukota. Berjalan sekitar 4 kilo, jalan mulai mendaki dan berbukit dengan pemandangan yang indah di bawahnya. Tidak lama kemudian rombongan mulai memasuki kecamatan Cikalong Kulon, tempat makam berada. Akhirnya setelah melalui jalan kecil-yang oleh peserta disebut; daerah yang belum merdeka he he-bis pun parkir di kaki bukit, tempat makam berada. Namun kejutan belum usai. Rombongan digiring berlawanan arah dari makam dan menuju ke kantor camat Cijagang , ada semacam sambutan, katanya. Ini memang di luar skenario, tapi peserta pun tidak keberatan, toh waktu yang dimiliki pun cukup banyak. Ternyata banyak warga masyarakat termasuk camat-nya sendiri yang sudah menanti dengan diiringi musik ibing yang keras dan mengundang untuk ber-joget penca. Pak.. dung.. plak.. dung dung.....Setelah ramah tamah, Camat Cijagang menyambut dan kemudian disampaikan juga sedikit ulasan dan sejarah maenpo cikalong kulon oleh salah seorang sesepuh. Di kecamatan Cikalong Kulon yang demikian kecil itu terdapat 28 paguron (perguruan) maen po dan yang masih terus aktif hingga saat ini tercatat 10 paguron maen po. Kemudian Penutur ini (maaf namanya lupa) mengisahkan sejarah dan legenda seputar Hj Ibrahim, termasuk pertarungan beliau dengan harimau. Yang dikomentari oleh Hj Ibrahim sendiri " baru kali ini saya bertarung hidup dan mati". Cerita dan legenda-legenda tersebut tetap hidup di masyarakat dan menjadi semacam semangat untuk terus mendalami dan melestarikan maen po Cikalong Kulon. Acara kemudian beralih pada atraksi silat dan ibingan..ini yang ditunggu-tunggu peserta. Dengan iringan musik gendang pencak (tepak 2 ) yang bertalu-talu, tampillah gadis cilik yang dengan lincah membawakan ibingan gaya Cikalong Kulon. Dikuti oleh sekelompok anak-anak dari paguron (perguruan) yang berbeda, dan juga gadis cilik yang memainkan golok ganda, mengundang decak kagum dari para peserta wisata silat. Tampilan demi tampilan baik berkelompok maupun tunggal disodorkan di panggung, membuat peserta seperti terpesona dan tidak mau beranjak dari tempat duduknya. Tidak ketinggalan Bp Pak Camat sendiri pun turun, untuk menampilkan ibingan sebagai penghormatan kepada peserta wisata silat. dahsyat, seorang peserta berkomentar,"Bukan main mulai dari Bupatinya, Camat Cikalong Kulon hingga tukang penjual roti pada bisa maen po!"... Sebagai balasan, Pak Bambang dari Cingkrik Goning, menampilkan satu dua jurusnya beserta aplikasinya untuk menghibur semuanya. Setelah Bang Nizam, sesepuh forum-pun, Bang Iwan, diajak tampil oleh Pak Bambang yang diiringi oleh tepuk tangan meriah...plok plok plok....Beberapa atraksi masih ditampilkan dan acara kemudian diakhiri; pesertapun bertolak menuju ke Makam Rd Ibrahim. Sejatinya Makam tersebut juga merupakan peristirahatan leluhur Rd Ibrahim yaitu Rd Aria Wira Tanu Datar, pendiri dan sesepuh kota Cianjur. Beliau masih dihormati hingga kini, terbukti ketika itu juga ada rombongan lain menggunakan bis dan mobil-mobil pribadi yang berziarah ke makam beliau. Rd Aria Wira Tanu Datar (dalam Cikundul) ini juga diyakini seorang ulama besar dan penyiar Islam yang handal. Masyarakat setempat menyebut tempat itu sebagai Makam Keramat Cikundul. Setelah melewati penjual dan pedagang kaki lima yang menyediakan berbagai makanan/barang khas Cianjur, peserta pun tiba di Mesjid di kaki Makam. Sandal pun diitipkan, dan peserta diajak untuk menghitung anak tangga menuju makam di atas bukit. Dengan semangat ‘45, peserta pun mulai mendaki tangga satu demi satu dan mulai menghitung....tiba di pertengahan tangga, banyak peserta yang mulai mengatur napas, semakin tinggi, satu-dua mulai istirahat.. dan akhirnya tiba di Makam yang dibentuk seperti bangunan mesjid; dengan napas memburu dan ngos-ngosan. Mungkin terlalu banyak menggunakan ‘pernapasan kretek' he he he... Hasil hitungan juga tidak sama: ada yang mengatakan tangga tersebut berjumlah 179, ada yang bilang 210, 198, 205 dan ada yang berkata" Saya sibuk menghitung dan mengatur napas sendiri", he he he..jadi gak sempet untuk menghitung anak tangga.. Istirahat sejenak di pelataran bangunan makam, sambil menikmati angin semilir yang mengobati lelah naik tangga; sembari melayangkan mata pada pemandangan indah di bawah bukit. Peserta kemudian menuju ke Makam Rd Ibrahim yang terletak di samping, agak belakang, dari Makam Rd Dalem Cikundul. Doa pun dialunkan bagi pendiri maenpo Cikalong ini, diikuti oleh doa-doa pribadi yang dipanjatkan oleh masing-masing peserta Wisata Silat. (Photo makam Rd Ibrahim: perhatikan makamnya yang demikian kecil dan panjangnya tidak lebih dari setengah meter; ada yang berpikir ‘mengapa demikian pendek makam ini?'...juga ada pesan sponsor yang mengganjal pemandangan) Usai berziarah rombongan pun turun menyusuri tangga demi tangga dan kali ini disambut oleh barisan peminta rejeki yang berada di luar pagar, namun memiliki ‘tangan yang panjang' yaitu kayu/bambu yang ujungnya diikat dengan potongan botol aqua, sebagai tempat untuk memberi sedekah. Maka bersedekahlah jika mungkin. Cara ini dipakai mungkin dikarenakan tidak boleh berada di dalam area makam. Tiba di mesjid bawah, peserta pun sholat, istirahat sejenak lalu kembali ke bis untuk ke goa Cilebut tempat khalwat (meditasi dan merenung) Rd Ibrahim sebelum membentuk maen po Cikalong.
GOA JELEBUD
Iring-iringan bisa dan mobil-mobil pribadi dengan didahului oleh mobil LLAJR melaju, menuju ke pusat kota kecil Cikalong Kulon dan berhenti di depan kantor camat Cikalong Kulon, di sebrang alun-alun kota. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki dari samping kantor camat, melewati perkampungan penduduk yang rapat dan banyak memiliki empang-empang, tempat memelihara ikan ato sumber mata air dan juga ada yang berfungsi sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga. Jalan setapak kemudian berujung di sebuah daerah menurun yang sebelah kanannya ada empang besar dan sebalah kirinya demikian; dan di depan empang kiri ada tanah terjal; di sinilah goa Cilebut berada. Namun sayang keadaanya sudah berubah, sejak team survey 2 bulan lalu mengunjungi tempat ini. Di sekeliling goa sudah dipagari oleh tembok semen yang masih terlihat baru; sehingga goa sama sekali tertutup dan tidak terlihat dari luar. Belum lagi tepat di tengah-tengah pintu masuk goa, ada semacam tugu yang dipasang oleh paguron silat tertentu. Hal yang sama juga terlihat pada makam RD Ibrahim, ada pesan ‘sponsor' paguron yang sama. Belum jelas apa motif pemasangan ini. Namun peserta wisata sungguh menyayangkan kondisi ini. Sebagai aset bersama masyarakat Cianjur selayaknya tempat-tempat bersejarah dan juga dikeramatkan oleh penduduk setempat, selayaknya mendapat perhatian dari Pemkab agar ha-hal demikian dapat dihindari dan kelestarian situs dan makam tersebut lebih terjamin. Seorang peserta berkomentar: "kalo semua paguron Cikalong minta didirikan prasati di depan goa itu, sebagai tanda memiliki, maka apa jadinya tempat tersebut, pasti tertutup habis; mengingat, di Cikalong Kulon saja ada 28 paguron aliran Cikalong". Peserta lain berpendapat "Tempat tersebut bukan milik suatu paguron tertentu tapi milik aliran cikalong, milik bersama dan tidak bisa diklaim oleh salah satu paguron saja. Maka Pemkab adalah pihak yang paling tepat untuk menertibkdan mengelola tempat tersebut sekaligus menghindarkan perseteruan antar paguron". Sebuah pendapat yang kebanyakan diamini oleh seluruh peserta Wisata Silat. Opini tersebut lahir dari suatu rasa keprihatinan dan kecintaan pada maen po Cikalong dan kelestarian tempat bersejarah yang berkaitan dengannya. Usai menengok goa Cilebut , yang sedang ada pemotongan pohon kelapa dengan mesin di dekatnya, sehingga suasana agak bising, peserta kembali lagi ke bis dan bertolak menuju ke Waduk Cirata, berplesir. Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan waduk buatan yang dibangun di daerah aliran sungai Citarum. Luas waduk ini mencapai 6.200 ha. Dan kesanalah rombongan wisata silat pergi untuk makan siang dan menikmati panorama alamnya. Rombongan berhenti di sebuah rumah makan dan bersantap siang dengan ikan air tawar goreng/bakar lengkap dengan lalapan khas Sunda serta sambal. Terasa mengenyangkan perut di hari yang siang dan lapar itu. Seusai mengisi ‘kampung tengah', peserta pun berarak ke tepi waduk Cirata. Sebagian lalu berperahu mengelilingi waduk, di bawah matahari yang bersahabat yang dengan cahaya-nya yang manja memantulkan kelip keemasan pada permukaan air waduk. Kerambah apung untuk pengkaran ikan penduduk setempat terlihat pada ujung waduk. Disini dipelihara berbagai ikan air tawar mulai dari nila, ikan mas, mujaer dan lain lain.. Puas berperahu dan berkeliling waduk peserta pun kembali ke bis untuk ke Cianjur kota. Jam sudah menujukkan pukul 5 lebih, dengan mengingat bahwa pukul 7-an ada acara di Dewan Kesenian cianjur (DKC). Tiba di KONI pukul 6-an dan bersiap-siap, plus makan malam dan langung berangkat ke DKC (Bersambung...)
Team Liputan Silatindonesia By : Ian Samsudin Sumber: www.silatindonesia.com